Kenapa Harus
Konflik?
Acapkali
kelakukan dan watak manusia bisa menyebabkan konflik yang berbasis demografis
maupun terjadi secara global. Penyebab konflik sebenarnya bukan disebabkan oleh
etnis atau kelompok tertentu. Melainkan sikap individu yang memacu emosi
individu lainnya hingga yang turun melakukan konflik itu berkelompok. Ada
banyak faktor kebebalan yang lainnya juga yang memicu lahirnya konflik. Antara
lain yaitu fanatik. Orang yang fanatik merupakan orang yang tidak memiliki
pengetahuan terhadap sejarah, berpikiran sempit dan picik, serta menganggap
diri paling benar. Kelakuan seperti inilah yang memacu konflik besar antar
komunitas, etnis maupun agama.
Setiap bangsa
memiliki ciri khas dan ciri khas ini tidak berlaku secara matematis karena
manusia adalah makhluk dinamis(berubah dan berkembang) karena manusia itu
sendiri memiliki akal budi. Kadang manusia memiliki tubuh seperti memang
beginilah manusia namun, sifat dan tindakannya tidak menunjukkan perilaku
manusia (memiliki bentuk tubuh seperti manusia tetapi berperilaku seperti bukan
manusia). Ya, begitulah kenyataannya. Hal tersebut boleh kita katakan munafik
(bermuka ganda) apa yang di bicarakan di mulut berbeda di hati. Orang-orang
seperti ini sangat tidak jarang kita temui. Kemunafikan bernaung di siapa saja
yang tidak mengerti dengan moral hidup manusiawi. Jika ia memerlukan orang maka
dengan segala cara termasuk menjilatpun ia sanggup. Tetapi jika orang itu sudah
tidak diperlukan lagi maka ibarat pepatah “habis manis sepah di buang”. Ciri
orang seperti ini melahirkan sikap yang enggan bertanggung jawab seperti kasus
mega korupsi (korupsi secara besar-besaran) yang di tutupi dengan cara picik. Menghindar
saat tertangkap (menjadi tersangka), menjadikan orang korban atas perbuatannya
sendiri. Kalau sudah begini apa bedanya dengan pribahasa “lempar batu sembunyi
tangan” orang yang sebenarnya tahu akan hukum tetapi pikiran picik yang
membutakan nilai manusiawi dalam diri manusia itu sendiri.
Demikian juga
dengan feodal atau sering disebut dengan manusia berkuping tipis dan cepat
marah, tersinggung kalau di kritik. Manusia feodal ini ada banyak di sekitar
kita tidak peduli di kalangan bawah, menengah atau kalangan orang atas dalam
sisi ekonomi. Jangan salah, manusia feodal juga berada di kalangan pejabat dan
pemerintahan, dosen, manajer dan orang-orang yang memiliki gelar cukup tinggi.
Tetapi tidak bisa dipungkiri juga bahwa di kalangan masyarakat juga banyak.
Memang, perilaku ini adalah salah satu sifat dasar negatif manusia. Tergantung
manusia itu sendiri, mau berubah atau tetap mempertahankan sifat negatif dalam
dirinya. Sebab pada dasarnya sifat dan watak adalah terukir. Ibarat batu yang
bisa di ukir menjadi perabot yang antik begitu juga besi dapat diukir dan
dibentuk menjadi seperti yang diinginkan. Sama halnya dengan watak dan sikap. Karena watak adalah terukir alangkah baiknya
watak dibentuk dari dini yaitu keluarga. Pembinaan yang dilakukan dari dini
untuk anak akan menghasilkan buah yang baik dalam pertumbuhan karakter.
Fenomena yang
tidak kalah uniknya juga bahwa manusia Indonesia masih percaya yang namannya
tahayul. Orang –orang yang jago bikin pralambang tanpa makna seperti setan,
jin, begitu juga masih percaya dengan tempat angker yang berpenunggu. Orang
yang menyandarkan diri dengan hal yang tidak nyata. Menjadikan diri korban atas
perilakunya sendiri. Apa jadinya jika
pandangan ini sering dikumandangkan pada telinga masyarakat yang polos. Bisa
jadi setiap hari akan banyak orang yang menggunakan ritual mandi kembang
menggunkan bunga tujuh warna. Aneh jika orang yang sudah memiliki agama dan
keyakinan kepada sang penciptanya masih percaya dengan tahayul. Ditambah KTP
tercatat memiliki agama yang jelas. Tetapi kok masih percaya sama tahayul? Sifat inilah yang membuat para intelektual tidak dipandang dalam
kalangan masyarakat. Mereka yang mampu dan benar hanya dipandang secara sebelah
mata. Tindakan seperti ini sama halnya adalah tindakan pembodohan terhadap
masyarakat masyarakat.
Selanjutnya yang
ada pada manusia indonesia yaitu senang nostalgia (senang tinggal di masa
lalu/lampau). Tipikal orang seperti ini sadar atau tidak, mereka ada di sekitar
kita. Cirinya seperti suka mengeluh dengan kegagalan dan tenggelam di dalamnya
hingga berlarut-larut. Menyiksa diri dan merugikan diri sendiri tetapi ia
menganggap perbuatan ini bisa menyembuhkannya itulah bahaya nostalgia. Setiap
manusia memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan berubah. Kesempatan itu
ada namun tidak banyak peka dengan hal tersebut. Lewat pendidikan holistik
(seutuhnya) proses humanisasi bisa dilakukan seperti pendidikan dan
pengembangan diri di luar kurikulum. Dalam buku yang ditulis oleh BR. HOWARD GARDNER,Profesor of education at
HARUARD UNIVERSITY dengan judul buku THE
THEORY OF MULTIPLE INTELLIGENCES WAS DEVELOPED IN 1983.
Buku tersebut
berisikan “it suggests that the
traditional nation of intelligence, based on I.Q. Testing, is for too limited.
Instead, Dr. Gardner proposes eight different intelligences to account for a
broather range of human potential in children and adults these” yang dimana
pada dasarnya setiap manusia memiliki kecerdasan dari kecil sampai ia dewasa
bahkan lanjut usia. Dalam buku yang ditulisnya mengupas delapan kecerdasan
dalam diri manusia. Yang pertama kecerdasan berbahasa (linguistic intelligence “word smart) orang seperti ini biasanya
pintar berbahasa. Banyak menguasai bahasa asing, daerah dan bahasanya mudah
dipahami oleh masyarakat. Umumnya orang seperti ini bisa menggunakan bahasa
dengan baik. Kedua adalah kecerdasan matematika (logical-mathematical intelligence “number/reasoning smart”) merupakan
tipikal orang yang cerdas berhitung serta dalam kehidupan cenderung menggunakan
logika. Tipe orang seperti ini jangan coba-coba untuk membohonginya apalagi
menyangkut dengan angka dan logika.
Ketiga yaitu
Kecerdasan gambar (spatial intelligence
“picture smart”) adalah ciri-ciri orang yang cerdas dalam melihat bentuk
lingkungan. Cerdas mendesain, menata, dan menggambar. Biasanya orang seperti
ini banyak berkecimpung di seni rupa, teknik sipil, arsitek, fotographer dan
pelukis. Kecerdasan yang keempat yaitu Kecerdasan tubuh (bodly-kinesthetic intelligence “body smart”). Kecerdasan yang
dilakukan dengan tubuh layaknya orang ahli dalam bidang olaraga, menari, drama/seni
teater. Kecerdasan ini sering dikenal dengan kinestetik artinya tubuh orang
tersebut memiliki kecepatan, kelenturan dan kemampuan yang lebih dari orang
yang memiliki kecerdasan yang lain. Kemudian kecerdasan yang kelima yaitu
kecerdasan musik (musical intelligence
“music smart”). Tipe orang yang seperti ini adalah orang yang mampu
mendengar lingkungan hingga mengubahnya menjadi nada yang indah. Kemampuan
memainkan musik, membaca not, kemampuan mendengar, bernyanyi dan
mengsingkronisasikan bunyi alam dengan nada menjadi indah.
Keenam yaitu
Kecerdasan interpersonal (interpersonal
intelligence “people smart”) adalah orang yang dikenal dengan keramahan
bergaul dengan orang baru dan lingkungan baru. Orang seperti ini cenderung suka
membuka diri dalam arti hal yang positif dengan keunikan dan kenyamanannya
bergaul maka ia mudah diterima oleh orang lain. Kecerdasan ini lebih tepatnya
adalah kecerdasan yang dimiliki seseorang dengan mampu menyesuaikan diri
terhadap lingkungan dan orang banyak.
Kemudian kecerdasan yang ketujuh yaitu cerdas intrapersonal (intrapersonal intelligence “self smart”) merupakan
orang yang memiliki kemampuan untuk mengatur diri sendiri, mampu membatasi diri,
mampu mengendalikan diri dan berpikiran dingin. Perilakunya damai biasanya
cenderung menghindari pertengkaran dan perkelahian. Orang yang disenangi karena
teliti dan pintar untuk mengamati/membaca situasi. Selain beberapa hal di atas
kecerdasan ini juga memiliki ilmu kesabaran yang baik (jarang bertengkar).
Selanjutnya
kecerdasan yang kedelapan yaitu kecerdasan naturalistik/kecerdasan lingkungan (naturalist intelligence “nature smart”) adalah
kecerdasan yang berbasis lingkungan. Tipikal orang cerdas merawat lingkungan,
menata dan cinta kebersihan. Tipe orang yang seperti ini memiliki kepekaan yang
baik terhadap lingkungan sekitar. Durian, nangka dan rambutan jatuh saja ia
tahu posisi letak buahnya. Dengan indra penciuman yang ia miliki. Orang ini
jika di ajak kesuatu tempat maka bisa ia membaca situasi buruk maupun baik yang
akan menimpanya. Dengan kata lain di manapun ia bisa bertahan hidup dengan
memanfaatkan kekayaan alam dan intelektualnya.
Bagaimana dengan
anda? Anda pasti sudah tahu dimana letak kemampuan dan kecerdasan yang anda
miliki. Menggunkan kecerdasan dengan baik dan tepat merupakan suatu penghargaan
bagi Sang Pencipta. Mari kita berubah layaknya manusia Indonesia yang
berkualitas dan bermoral serta menjunjung nilai manusiawi. Untuk kebaikan
Negara dan bangsa. Ditambah sekarang kita sudah memasuki ekonomi asean. Diharapkan
mutu pendidikan lebih diperhatikan. Agar cetakan anak Indonesia menjadi pemberi
gaji bukan penerima gaji. Hindarilah konflik dan kembangkan talenta. Konflik
tidak akan terjadi jika orang bewawasan luas dan tahu akan hukum. †Semz (Sumber; Pastor William Chang OFMCap)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar