Jumat, 17 Maret 2017



Kenapa Harus Konflik?
Acapkali kelakukan dan watak manusia bisa menyebabkan konflik yang berbasis demografis maupun terjadi secara global. Penyebab konflik sebenarnya bukan disebabkan oleh etnis atau kelompok tertentu. Melainkan sikap individu yang memacu emosi individu lainnya hingga yang turun melakukan konflik itu berkelompok. Ada banyak faktor kebebalan yang lainnya juga yang memicu lahirnya konflik. Antara lain yaitu fanatik. Orang yang fanatik merupakan orang yang tidak memiliki pengetahuan terhadap sejarah, berpikiran sempit dan picik, serta menganggap diri paling benar. Kelakuan seperti inilah yang memacu konflik besar antar komunitas, etnis maupun agama.
Setiap bangsa memiliki ciri khas dan ciri khas ini tidak berlaku secara matematis karena manusia adalah makhluk dinamis(berubah dan berkembang) karena manusia itu sendiri memiliki akal budi. Kadang manusia memiliki tubuh seperti memang beginilah manusia namun, sifat dan tindakannya tidak menunjukkan perilaku manusia (memiliki bentuk tubuh seperti manusia tetapi berperilaku seperti bukan manusia). Ya, begitulah kenyataannya. Hal tersebut boleh kita katakan munafik (bermuka ganda) apa yang di bicarakan di mulut berbeda di hati. Orang-orang seperti ini sangat tidak jarang kita temui. Kemunafikan bernaung di siapa saja yang tidak mengerti dengan moral hidup manusiawi. Jika ia memerlukan orang maka dengan segala cara termasuk menjilatpun ia sanggup. Tetapi jika orang itu sudah tidak diperlukan lagi maka ibarat pepatah “habis manis sepah di buang”. Ciri orang seperti ini melahirkan sikap yang enggan bertanggung jawab seperti kasus mega korupsi (korupsi secara besar-besaran) yang di tutupi dengan cara picik. Menghindar saat tertangkap (menjadi tersangka), menjadikan orang korban atas perbuatannya sendiri. Kalau sudah begini apa bedanya dengan pribahasa “lempar batu sembunyi tangan” orang yang sebenarnya tahu akan hukum tetapi pikiran picik yang membutakan nilai manusiawi dalam diri manusia itu sendiri.
Demikian juga dengan feodal atau sering disebut dengan manusia berkuping tipis dan cepat marah, tersinggung kalau di kritik. Manusia feodal ini ada banyak di sekitar kita tidak peduli di kalangan bawah, menengah atau kalangan orang atas dalam sisi ekonomi. Jangan salah, manusia feodal juga berada di kalangan pejabat dan pemerintahan, dosen, manajer dan orang-orang yang memiliki gelar cukup tinggi. Tetapi tidak bisa dipungkiri juga bahwa di kalangan masyarakat juga banyak. Memang, perilaku ini adalah salah satu sifat dasar negatif manusia. Tergantung manusia itu sendiri, mau berubah atau tetap mempertahankan sifat negatif dalam dirinya. Sebab pada dasarnya sifat dan watak adalah terukir. Ibarat batu yang bisa di ukir menjadi perabot yang antik begitu juga besi dapat diukir dan dibentuk menjadi seperti yang diinginkan. Sama halnya dengan watak dan sikap.  Karena watak adalah terukir alangkah baiknya watak dibentuk dari dini yaitu keluarga. Pembinaan yang dilakukan dari dini untuk anak akan menghasilkan buah yang baik dalam pertumbuhan karakter.
Fenomena yang tidak kalah uniknya juga bahwa manusia Indonesia masih percaya yang namannya tahayul. Orang –orang yang jago bikin pralambang tanpa makna seperti setan, jin, begitu juga masih percaya dengan tempat angker yang berpenunggu. Orang yang menyandarkan diri dengan hal yang tidak nyata. Menjadikan diri korban atas perilakunya sendiri.  Apa jadinya jika pandangan ini sering dikumandangkan pada telinga masyarakat yang polos. Bisa jadi setiap hari akan banyak orang yang menggunakan ritual mandi kembang menggunkan bunga tujuh warna. Aneh jika orang yang sudah memiliki agama dan keyakinan kepada sang penciptanya masih percaya dengan tahayul. Ditambah KTP tercatat memiliki agama yang jelas. Tetapi kok masih percaya sama tahayul?  Sifat inilah yang https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNnOBU09_8fY3VhIBY4q3flbM0SEm4v8xd5sB-v6klgoyPrjDI2270O5ZUYsdnyyPb4JQGm8CL38CefEgyfhjkcRl9GfZqsaIiGDPcV_7bi8LAS7lRziY0c04YFMs_vIuhyphenhyphenEfi-Grikv15/s1600/Tips+Menyelesaikan+Konflik.jpgmembuat para intelektual tidak dipandang dalam kalangan masyarakat. Mereka yang mampu dan benar hanya dipandang secara sebelah mata. Tindakan seperti ini sama halnya adalah tindakan pembodohan terhadap masyarakat masyarakat.

Selanjutnya yang ada pada manusia indonesia yaitu senang nostalgia (senang tinggal di masa lalu/lampau). Tipikal orang seperti ini sadar atau tidak, mereka ada di sekitar kita. Cirinya seperti suka mengeluh dengan kegagalan dan tenggelam di dalamnya hingga berlarut-larut. Menyiksa diri dan merugikan diri sendiri tetapi ia menganggap perbuatan ini bisa menyembuhkannya itulah bahaya nostalgia. Setiap manusia memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan berubah. Kesempatan itu ada namun tidak banyak peka dengan hal tersebut. Lewat pendidikan holistik (seutuhnya) proses humanisasi bisa dilakukan seperti pendidikan dan pengembangan diri di luar kurikulum. Dalam buku yang ditulis oleh BR. HOWARD GARDNER,Profesor of education at HARUARD UNIVERSITY dengan judul buku THE THEORY OF MULTIPLE INTELLIGENCES WAS DEVELOPED IN 1983.
Buku tersebut berisikan “it suggests that the traditional nation of intelligence, based on I.Q. Testing, is for too limited. Instead, Dr. Gardner proposes eight different intelligences to account for a broather range of human potential in children and adults these” yang dimana pada dasarnya setiap manusia memiliki kecerdasan dari kecil sampai ia dewasa bahkan lanjut usia. Dalam buku yang ditulisnya mengupas delapan kecerdasan dalam diri manusia. Yang pertama kecerdasan berbahasa (linguistic intelligence “word smart) orang seperti ini biasanya pintar berbahasa. Banyak menguasai bahasa asing, daerah dan bahasanya mudah dipahami oleh masyarakat. Umumnya orang seperti ini bisa menggunakan bahasa dengan baik. Kedua adalah kecerdasan matematika (logical-mathematical intelligence “number/reasoning smart”) merupakan tipikal orang yang cerdas berhitung serta dalam kehidupan cenderung menggunakan logika. Tipe orang seperti ini jangan coba-coba untuk membohonginya apalagi menyangkut dengan angka dan logika.
Ketiga yaitu Kecerdasan gambar (spatial intelligence “picture smart”) adalah ciri-ciri orang yang cerdas dalam melihat bentuk lingkungan. Cerdas mendesain, menata, dan menggambar. Biasanya orang seperti ini banyak berkecimpung di seni rupa, teknik sipil, arsitek, fotographer dan pelukis. Kecerdasan yang keempat yaitu Kecerdasan tubuh (bodly-kinesthetic intelligence “body smart”). Kecerdasan yang dilakukan dengan tubuh layaknya orang ahli dalam bidang olaraga, menari, drama/seni teater. Kecerdasan ini sering dikenal dengan kinestetik artinya tubuh orang tersebut memiliki kecepatan, kelenturan dan kemampuan yang lebih dari orang yang memiliki kecerdasan yang lain. Kemudian kecerdasan yang kelima yaitu kecerdasan musik (musical intelligence “music smart”). Tipe orang yang seperti ini adalah orang yang mampu mendengar lingkungan hingga mengubahnya menjadi nada yang indah. Kemampuan memainkan musik, membaca not, kemampuan mendengar, bernyanyi dan mengsingkronisasikan bunyi alam dengan nada menjadi indah.
Keenam yaitu Kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence “people smart”) adalah orang yang dikenal dengan keramahan bergaul dengan orang baru dan lingkungan baru. Orang seperti ini cenderung suka membuka diri dalam arti hal yang positif dengan keunikan dan kenyamanannya bergaul maka ia mudah diterima oleh orang lain. Kecerdasan ini lebih tepatnya adalah kecerdasan yang dimiliki seseorang dengan mampu menyesuaikan diri terhadap  lingkungan dan orang banyak. Kemudian kecerdasan yang ketujuh yaitu cerdas intrapersonal (intrapersonal intelligence “self smart”) merupakan orang yang memiliki kemampuan untuk  mengatur diri sendiri, mampu membatasi diri, mampu mengendalikan diri dan berpikiran dingin. Perilakunya damai biasanya cenderung menghindari pertengkaran dan perkelahian. Orang yang disenangi karena teliti dan pintar untuk mengamati/membaca situasi. Selain beberapa hal di atas kecerdasan ini juga memiliki ilmu kesabaran yang baik (jarang bertengkar).
Selanjutnya kecerdasan yang kedelapan yaitu kecerdasan naturalistik/kecerdasan lingkungan (naturalist intelligence “nature smart”) adalah kecerdasan yang berbasis lingkungan. Tipikal orang cerdas merawat lingkungan, menata dan cinta kebersihan. Tipe orang yang seperti ini memiliki kepekaan yang baik terhadap lingkungan sekitar. Durian, nangka dan rambutan jatuh saja ia tahu posisi letak buahnya. Dengan indra penciuman yang ia miliki. Orang ini jika di ajak kesuatu tempat maka bisa ia membaca situasi buruk maupun baik yang akan menimpanya. Dengan kata lain di manapun ia bisa bertahan hidup dengan memanfaatkan kekayaan alam dan intelektualnya.
Bagaimana dengan anda? Anda pasti sudah tahu dimana letak kemampuan dan kecerdasan yang anda miliki. Menggunkan kecerdasan dengan baik dan tepat merupakan suatu penghargaan bagi Sang Pencipta. Mari kita berubah layaknya manusia Indonesia yang berkualitas dan bermoral serta menjunjung nilai manusiawi. Untuk kebaikan Negara dan bangsa. Ditambah sekarang kita sudah memasuki ekonomi asean. Diharapkan mutu pendidikan lebih diperhatikan. Agar cetakan anak Indonesia menjadi pemberi gaji bukan penerima gaji. Hindarilah konflik dan kembangkan talenta. Konflik tidak akan terjadi jika orang bewawasan luas dan tahu akan hukum. Semz (Sumber; Pastor William Chang OFMCap)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar