Saudara-saudaraku sebangsa (Dayak) dan setanah air (Borneo), mohon ijin mau bernostalgia ;
Pada tahun 1980, saya diperbantukan oleh PT. HALISA Pontianak di
PT. KLI (Kayu Lapis Indonesia) yg saat itu berkantor di Bangkok Bank Building,
Jl.MH.Thamrin JAKPUS sbg tenaga surveyor, kemudian PT. KLI menugaskan saya bersama
2 (dua) orang surveyor dari Malaysia utk melakukan survay di HPH an PT.Henrison
Iriana di daerah Kec. BINTUNI, Irian Jaya (Bintuni sekarang sdh menjadi
kabupaten).
Setelah flight survay selama seminggu kamipun berangkat ke Bintuni, dengan
pesawat perintis via Manokwari utk melakukan ground survay, diperkirakan ground
survay tersebut akan dilaksanakan selama 3 bulan. Setelah melakukan persiapan secukupnya, kami
masuk rimba (hutan perawan) dengan membawa orang lokal (Papua) sebanyak 35 orang sebagai tenaga panggul logistik utk 3 bulan didalam hutan, tenda dan peralatan survay.
Selain orang lokal tersebut kami juga ditemani aparat Koramil dan Polsek masing2
2 (dua) org. Hari pertama kami lalui dgn kebersamaan sampai sore, pasang tenda,
masak memasak, kami dikelilingi hanya dalam jarak beberapa meter saja oleh puluhan
ekor rusa, sehingga teman koramil kami dengan gampang menembak seekor rusa muda
utk santap mlm. Rupanya mereka belum pernah melihat manusia sehingga kami menjadi
tontonan menarik bagi mereka, setiap hari begitu sehingga daging rusa menjadi menu tetap.
Setelah makan malam, kami ngobrol dan saling memperkenalkan diri masing2. Keesokan
harinya saya merasa suasana menjadi lain, kalau kemarin sampai dengan tadi malam teman2 Papua
sangat ceria dan banyak canda tapi hari kedua ini mereka menjadi pendiam, serius dan
cenderung menjauh atau menghindar dari saya, mereka curi2 pandang memperhatikan saya dan hal ini sungguh2 membuat saya tidak nyaman, salah tingkah, saya juga langsung
mengambil sikap waspada, saya kira mungkin mereka anggota OPM dan merencanakan
berbuat sesuatu yg buruk terhadap diri kami, kalau kemarinnya saya yg berjalan paling
depan utk membuat rintisan tapi pada hari kedua saya minta digantikan oleh teman
Malaysia yg berjalan didepan sementara saya sendiri pada posisi paling belakang
bersama teman2 aparat, mereka saya warning untuk waspada.
Setelah malam tiba dan setelah makan
malam, untuk menghilangkan rasa panasaran berdasarkan paham yg saya yakini, LEBIH
BAIK BERAKHIR DENGAN KENGERIAN TANPA AKHIR, saya menanyakan langsung kepada teman2
Papua, kenapa hari ini mereka bersikap lain terhadap diri saya. Jawaban mereka membuat saya terperangah, ternyata mereka dapat cerita turun temurun dari orang tua mereka bahwa dulu, Belanda setelah beberapa kali gagal menaklukan Papua karna mendapat perlawanan
sengit dari orang Papua, tapi akhirnya Belanda berhasil menaklukan Papua hanya dengan
1(satu) pleton tentara Dayak, bukan main. Menurut teman2 Papua ini, mereka mendapat cerita bahwa dulu itu orang Papua sangat takut apabila berhadapan dengan Tentara
Dayak, karna orang Dayak sangat garang, beringas dalam perang, kejam, setelah
membunuh, orang Dayak menghirup darah, membelah dada dan memakan hati serta
memenggal kepala musuhnya dan kepala2 tersebut dibawa pulang ke Tangsi/Markas
Tentara Dayak. Saya menjelaskan kepada teman2 Papua bahwa orang Dayak garang, beringas
dan kejam hanya pada saat perang tapi dalam masa damai orang Dayak sangat familier,
kekeluargaan, banyak senyum dan gampang tertawa, suka menyapa orang dan suka
berbagi apabila dapat binatang buruan, pokoknya siapa saja yg ada ditempat itu
walau hanya kebetulan lewat akan mendapatkan bagian. Saya juga menjelaskan bahwa keseharian orang Dayak hidup rukun, tidak ada orang yg bersuara nyaring, tidak ada org
yg berbicara kasar, jorok/porno, sedangkan kakak adik atau suami isteri
bertengkar kalau sempat piring mangkuk atau gelas pecah atau sempat merusak
barang maka seisi rmh tersebut dihukum adat (hukum ngarumaya'), hukum adat diberlakukan
sangat ketat.
Setelah mendengar penjelasan saya akhirnya suasana mencair dan teman2
Papua menyadari bhw itu cerita masa lalu. Benar tidaknya kisah penaklukan Papua
oleh Tentara Dayak masih harus diuji secara ilmiah dgn melakukan riset pustaka
dinegeri Belanda. Sebelum ada data ilmiah yg akurat saya percaya saja dulu dengan
cerita teman2 Papua ini, dan itu membuat saya sebagai orang Dayak merasa bangga. Itu
ceritaku, ceritamu? (Piet Pagau)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar