Kubu Raya- 21 Februari diperingati sebagai hari Bahasa Ibu Internasional di setiap tahunnya. Ada banyak macam dan ragam masyarakat dalam memperingati Hari Bahasa Ibu ini. Demikian pula halnya dengan IPDKR (Ikatan Pemuda Dayak Kubu Raya).
Bertempat di Gedung Serba Guna Gereja Katolik Sta. Clara Desa Korek (23/02/2019), IPDKR menggelar sebuah Pagelaran Sastra Dayak Kanayatn dengan tema "Nyaga Budaya Make Bahasa". Kegiatan ini merupakan kali katiganya IPDKR laksanakan namun dengan konsep acara yang berbeda, jika tahun-tahun sebelumnya IPDKR mengadakan perlombaan seperti Pidato Berbahasa Dayak Kanayatn, Lomba Stand Up Comedy berbahasa Dayak Kanayatn, dll tahun ini IPDKR hadirkan sebuah Pegelaran Satra Dayak, ada beberapa Narasumber yang dihadirkan baik yang berasal dari Ketimanggongan, Tokoh Masyarakat, Dewan Adat Dayak maupun dari internal IPDKR sendiri.
Dalam sambutannya Victorinus selaku Ketua Panitia menyampaikan keprihatinannya karena ia melihat tidak sedikit generasi muda Dayak yang masih malu atau gengsi menggunakan bahasa Daerahnya apalagi kalau bertemu di Kota. "Biasanya kadek ka' kota sakamponganpun supe' baomongi make bahasa diri', ngianlah situasi diri', kade' leian ma'an bahasa diri' bisa tinggal gesah ana arinya." jelas Victorinus.
Kegiatan yang dilaksanakan bekerja sama dengan SMA Katolik Talino ini mendapat apresiasi yang tinggi dari segenap peserta yang hadir temasuk oleh Kepala Sekolahnya sendiri, Alan. Ia bangga anak didiknya yang dimotori oleh OSIS dapat terlibat secara langsung dalam event ini. "Bahasa adalah salah satu warisan budaya yang sangat berharga, keberadaannya harus di jaga, dikembangkan dan di lestarikan terutama oleh generasi muda itu sendiri. yang dilakukan oleh IPDKR adalah sebuah langkah positif yang harus dilaksanakan. tidak perlu malu berbahasa daerah." Jelas Alan dalam sambutannya.
Seluruh rangkaian kegiatan IPDKR ini menggunakan bahasa Dayak Kanayatn termasuk para tamu yang memberikan kata sambutan. Tidak semua hal yang berbau tradisional dapat dianggap ketinggalan, kolot atau kuno. Justru sebaliknya perhatian terhadap budaya adalah sebuah langkah maju karena dari sanalah asal karakter dan identitas. Ada keprihatinan yang mendalam karena pengembangan dan pelestarian bahasa daerah masih belum mendapatkan tempat yang semestinya dalam kehidupan berbangsa dewasa ini, keseriusan Pemerintah dalam mengimplentasikan UU No. 24 Tahun 2009 dirasakan belum ada. Banyak penamaan tempat dengan bahasa dan istilah lokal mengalami perubahan baik penulisan maupun pelafalannya. Daerah yang baru dibuka baik Jalan Kampung, Gang, Kompleks, dll tidak pernah memasukan kearifan lokal dalam penamaannya. Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional memang harus diutamakan namun bahasa daerah juga tetap harus dilestarikan. itulah beberapa poin yang disampaikan Teofelus Boni, Ketua Umum IPDKR dalam sambutannya. Menurutnya sudah saatnya Pemerintah serius dalam pelestarian bahasa daerah ini salah satunya dengan memasukannya dalam kurikulum pendidikan bidang muatan lokal. "Ame sampe bahasa asal diri' ngian oas ka' tampat diri' babaro, kasal ati nele' bahasa diri' dipatingalanan karna supe' ngiak ya. UNESCO madah kadek inak jaga satiap 15 menit sote' bahasa asal bisa langit ka' Indonesia ngian, ka' Kalimantan Barat ada sangahe ete' bahasa nang dah ebet pamakenya." Lanjut Boni.
Momentum hari Bahasa Ibu Sedunia ini digunakan IPDKR untuk memperkenalkan berbagai jenis sastra Dayak Kanayatn seperti Singara, Gesah, Osolatn, Sungka'atn, Timang, Golah, Salong dan Bamang. juga ditampilkan berbagai jenis kemampuan Page IPDKR dan Siswa/i SMA dibidang seni ada Tarian, Lagu, Suling, dll.
Dewan Adat Dayak Kabupaten Kubu Raya menyambut baik kegiatan ini dan berharap menjadi pemantik semangat dalam gerakan mengkampanyekan penggunaan bahasa daerah. "DAD Kubu Raya merespon baik serta mendukung kegiatan IPDKR ini, saya optimis budaya kita khususnya bahasa akan tetap lestari karena ada kepedulian-kepedulian seperti ini." Kata Nasution, Sekretaris DAD Kubu Raya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar